Jumat, 11 April 2014

HAKI Dalam Industri Kreatif Di Indonesia



Nama     :Arden Roy Z
NPM      :21212028
Kelas      :2EB02


Pengertian HAKI
Kekayaan intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karyadi bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya ini dihasilkan atas kemampuan intelektual melalui pemikiran, daya cipta dan rasa yang memerlukan curahan tenaga, waktu dan biaya untuk memperoleh “produk” baru dengan landasan kegiatan penelitian atau yang sejenis.
Industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, ketrampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta industri tersebut. Definisi industri kreatif tersebut merupakan terjemahan dari UK DCMS Task Force Tahun 1998 (Industri kreatif-depdag-blogspot.com, 21 Oktober 2007). Adapun yang termasuk dalam kelompok industri kreatif adalah periklanan, desain fashion, kerajinan, desain, permainan interaktif (game), musik, video-film dan fotografi, layanan komputer dan piranti lunak (software), arsitektur, musik, seni pertunjukan, televisi dan radio, penerbitan dan percetakan serta riset dan pengembangan.
Dilihat dari bidang-bidang yang termasuk dalam kelompok industri kreatif tersebut, apabila ditinjau dari aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual termasuk dalam kategori Hak Cipta (Copy right) sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Hak Desain Industri sebagaimana diatur dalam Undang-undang 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri serta sangat terkait dengan Merek sebagaimana diatur dalam Undang-undang 15 Tahun 2001 tentang Merek.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta telah mendefinisikan hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun yang dimaksud dengan ciptaan adalah setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra.



Ciptaan yang dilindungi oleh undang-undang Hak Cipta mencakup :

·         buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
·         ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang sejenis untuk itu;
·         alat peraga;
·         lagu dan musik;
·         drama dan drama musikal;
·         seni rupa, arsitektur;
·         peta;
·         seni batik;
·         fotografi;
·         sinematografi;
·         terjemahan, tafsir, saduran, bungai rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.

Sedangkan definisi desain industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan. Adapun hak desain industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hak tersebut.
Berkaitan dengan masalah merek, Undang-undang Undang-undang 15 Tahun 2001 telah memberikan definisi merek sebagai “ suatu tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.
Merek terdiri atas merek dagang dan merek jasa. Merek dagang yaitu merek yang dipergunakan pada barang yang diperdagangkan, sedangkan merek jasa adalah merek yang dipergunakan pada jasa yang diperdagangkan. Kedua jenis merek tersebut dapat digunakan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang atau jasa-jasa sejenis lainnya.

Yang perlu dipahami oleh para pelaku usaha industri kreatif di Indonesia adalah bagaimana agar karya ciptanya maupun hasil kreasinya mendapat perlindungan hukum menurut ketentuan Undang-undang tentang Hak Cipta, Undang-undang tentang Desain Industri dan Undang-undang tentang Merek. Di sisi lain, para pelaku industri kreatif dalam menjalankan aktifitasnya jangan sampai melanggar ketentuan ketiga undang-undang tersebut.
Di dalam aturan mengenai hak cipta dianut stelsel otomatis yang artinya bahwa hak cipta timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan. Pencipta tidak wajib untuk mendaftarkan karya ciptanya dalam rangka untuk mendapatkan legalitas atau perlindungan hukum terhadap karya ciptanya.

Namun demikian, mengingat tingkat pelanggaran hak cipta di Indonesia cukup tinggi maka aspek pendaftaran hak cipta patut dilakukan oleh para pencipta agar mempermudah dalam hal pembuktian manakala terjadi konflik hukum terkait ciptaannya. Berbeda dengan desain industri, di mana hak desain industri diberikan atas dasar permohonan. Dengan kata lain, untuk mendapatkan legalitas atas suatu desain harus didaftarkan terlebih dahulu kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Oleh sebab itu para desainer wajib untuk mendaftarkan desainnya agar terlindungi secara hukum manakala ada pihak lain yang menirunya.
Selain dari pada itu, apabila karya cipta maupun desain industri tersebut akan diproduksi dan dijual ke pasaran maka produk tersebut memerlukan merek sebagai pembeda terhadap barang atau jasa yang sejenis. Seperti halnya hak desain industri, hak atas merek baru timbul apabila sudah didaftarkan. Oleh sebab itu, agar mendapat perlindungan hukum maka harus terlebih dahulu mendaftarkan mereknya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM RI.
Dalam menjalankan bisnisnya, para pelaku industri kreatif tidak boleh asal main ”comot” karya cipta atau desain pihak lain atau memakai merek orang lain untuk melabeli produknya. Apabila hal-hal tersebut dilakukan akan berakibat pidana bagi pelakunya. Sebagai contoh, terhadap pelanggaran memakai merek orang lain yang sudah terdaftar untuk barang dan/atau jasa yang sejenis diancam dengan hukuman pidana paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak 1 (satu) milyar rupiah.
Walaupun negara kita sudah mempunyai aturan hukum di bidang Hak Kekayaan Intelektual secara lengkap, namun demikian dalam praktek, aturan tersebut belum mampu sepenuhnya untuk mendukung perkembangan industri kreatif di Indonesia.
Undang-undang tentang Hak Cipta telah mengatur adanya perlindungan otomatis, namun di lapangan ternyata hukum belum dapat melindungi para pencipta khususnya dalam hal penegakan hukum manakala terjadi pelanggaran hak cipta berupa pembajakan. Fakta yang ada, Indonesia masih merupakan salah satu negara pembajak di dunia walapun upaya aparat kepolisian untuk memberantas kejahatan tersebut tidak pernah berhenti. Apalagi pelanggaran hak cipta adalah delik biasa sehingga aparat penegak hukum seharusnya dapat lebih proaktif untuk melakukan penyidikan terhadap dugaan pelanggaran hak cipta tanpa perlu menunggu adanya laporan pengaduan dari para pencipta.
Dalam bidang desain Industri, ada kesenjangan antara aturan yuridis dan kebutuhan praktis di masyarakat, sehingga aturan tentang desain industri belum efektif dalam mendukung perkembangan usaha industri kreatif di Indonesia. Undang-undang tentang Desain Industri telah mengatur bahwa untuk legalitas suatu desain industri wajib didaftarkan, sementara itu industri kreatif sangat terkait dengan trend pasar yang sangat cepat atau mudah berubah sesuai keinginan konsumen (pasar). Dalam praktek, proses penyelesaian pendaftaran desain industri membutuhkan waktu cukup lama yaitu antara 1 s/d 1,5 tahun, sementara itu trend pasar hanya dalam hitungan bulan ( 6 – 12 bulan ). Kondisi tersebut menyebabkan fungsi perlindungan hak atas desain industri menjadi tidak efektif karena pada saat proses didaftarkan sudah rentan pembajakan, sementara itu setelah sertifikat keluar, desain tersebut sudah tidak up to date lagi sehingga sudah tidak mempunyai nilai ekonomis untuk diproduksi. Hal seperti inilah yang menyebabkan para desainer malas untuk mendaftarkan desainnya.
Demikian pula dengan proses pendaftaran merek masih dirasakan terlalu lama oleh masyarakat. Dalam ketentuan Undang-undang tentang Merek telah diatur bahwa dalam proses pendaftaran merek memakan waktu 14 bulan, namun dalam prakteknya bisa memakan waktu antara 2 s/d 2,5 tahun. Kondisi ini tentunya sangat tidak kondusif bagi pelaku industri kreatif karena dapat menghambat kecepatan dalam menjalankan bisnisnya.


Sumber :http://www.detik.com/gudangdata/uuhakcipta/bab1.shtml
pegawai yang bertugas menangani pelayanan pendaftaran HKI, Fidusia dan
Kewarganegaraan di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia DIY.